Gerakan Penghijauan dan Rehabilitasi Lahan di Kabupaten Brebes
PENGANTAR
Mengapa Penghijauan dan Rehabilitasi Lahan
Letak geografis Brebes.
Secara geografis, Brebes terbentang dari Utara hingga ke Selatan pada jarak lebih dari 100 kilometer. Sementara panjang pantai di wilayah Kabupaten Brebes dari Losari hingga Randusanga sekitar 40 kilometer. Dengan bentangan yang demikian, maka secara komparatif Brebes diuntungkan karena bentangan yang panjang pada arah Utara - Selatan berarti ada keragaman ekosistem yang tersimpan di dalam wilayah administrasi Kabupaten Brebes. Ini mudah dipahami karena di daerah selatan Brebes secara topografi berupa perbukitan dan pegunungan, daerah tengah berupa lahan datar yang luas dan daerah utara berupa pesisir dan laut.
Brebes Selatan : Perbukitan dan Pegunungan
Kawasan Brebes Selatan ini berpotensi untuk aktifitas ekonomi berupa perkebunan, pertanian dan kehutanan. Dalam konteks hidroorologis, kawasan ini adalah daerah resapan air yang sangat penting bagi penyediaan air baku dan air tanah baik untuk keperluan rumah tangga maupun untuk keperluan pertanian, perikanan dan peternakan.
Brebes Tengah: Lahan Datar
Kawasan Brebes bagian tengah memiliki topografi datar. Potensial untuk aktifitas ekonomi berupa pertanian, industri, dan lain-lain. Kawasan tengah yang selama ini kita kenal sebagai produsen bawang merah dan cabe yang mejadi trade mark Brebes selama bertahun-tahun.
Brebes Utara : Pesisir dan Laut.
Secara ekonomi, kawasan utara sangat potensial untuk pengembangan perikanan darat dan laut. Pada akhir tahun 1980-an hingga tahun 90-an, daerah ini merupakan produsen udang windu yang sempat menjadi primadona Brebes. Losari, Randugunting, Kluwut, juga dikenal sebagai lokasi-lokasi pendaratan hasil tangkapan ikan dari laut.
Keterikatan Selatan – Tengah – Utara
Wilayah Bioregion di Brebes yang digambarkan sebagai Wilayah Selatan- Wilayah Tengah dan Wilayah Utara secara alami diikat oleh aliran air yang mengalir dari daerah atas (selatan) melewati daerah tengah dan berakhir di bawah (utara).
Wilayah Selatan di daerah yang berbukit dan bergunung-gunung memiliki fungsi ekologis sebagai kawasan resapan air yang sangat sangat penting baik bagi wilayah pegunungan itu sendiri dan juga untuk wilayah tengah dan wilayah Utara. Air tanah maupun air permukaan yang ada di daerah tengah (daerah pertanian dan industri) dan di daerah utara (daerah pertanian dan perikanan) berasal dari daerah yang lebih atas yakni di daerah selatan.
Dengan demikian, apapun yang terjadi di daerah atas/selatan akan mempengarui daerah tengah dan daerah utara.
Sebagai contoh, ketika hutan-hutan alam dan hutan-hutan tanaman yang ada di daerah selatan dan sebagian di daerah tengah mengalami kerusakan akibat dari penebangan hutan, maka daya serap dan daya simpan terhadap air di kawasan ini menjadi berkurang, akibatnya sebagian daerah-daerah selatan dan di daerah tengah dan utara merasakan kekurangan air. Batang-batang sungai mengering lebih cepat pada awal musim kemarau.
Akibat daya simpan berkurang, maka air hujan akan lebih banyak yang menjadi aliran permukaan (run off). Yang segera memenuhi batang-batang air (sungai dan saluran irigasi) dan meluap menjadi banjir. Aliran permukaan yang besar akan membawa bahan-bahan tererosi, dan akan terakumulasi menjadi bahan sedimentasi yang menyebabkan pendakangkalan waduk-waduk dan batang sungai dan saluran irigasi.
Satu-satunya pilihan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan cara menanam pohon-pohonan. Kegiatan lain misalnya membuat embung-embung, revitalisasi waduk , pengerukan saluran irigasi, membuat dam dan sebagainya adalah kegiatan pengelolaan sumberdaya air. Namun, tanpa kegiatan penanaman, maka sumberdaya air yang akan dikelola tidak akan pernah tersedia secara optimal dan berkelanjutan.
Mengapa Harus Gerakan
Menanam pohon-pohonan adalah kegiatan yang akan memberikan dampak berlipat. Secara langsung, menanam pohon berarti akan memanen hasil berupah buah-buahan, getah dan hasil lainnya termasuk kayu. Menanam pohon juga akan menyebabkan iklim mikro yang lebih sejuk. Menanam pohon akan menciptakan perbaikan habitat dimana pohon tersebut tumbuh dan pada akhirnya akan memperbaiki kualitas ekosistem. Pada jangka panjang menanam pohon akan memperbaiki tata air seperti yang telah dijelaskan di atas.
Dengan banyaknya dampak positif dari kegiatan menanm pohon, maka cukup menjadi alasan untuk ‘mengerahkan’ segala komponen yang ada untuk terlibat dalam sebuah gerakan penghijauan dan rehabilitasi lahan.
‘Gerakan’ dimaknai sebagai sebuah kegiatan atau program yang bisa melibatkan banyak pihak, menyentuh hal-hal prinsipil, merubah pemahaman dan pandangan-pandangan masyarakat, membantu pembentukan karakter masyarakat dan memberikan dampak positif dalam untuk jangka panjang.
Dua contoh program yang bisa menggambarkan makna kata ‘gerakan’ adalah : Gerakan Pramuka dan Gerakan Keluarga Berencana.
1. Gerakan Pramuka. Gerakan ini telah ikut serta membentuk karakter (character building) generasi muda yang mandiri, ringan kaki, sukarelawan, setia kawan dan nilai-nilai positif lainnya. Semua anak-anak yang pernah sekolah di SD, dipastikan pernah ikut kegiatan pramuka. Orang tua pasti akan mengijinkan anak-anaknya ketika meminta ijin untuk mengikuti kegiatan pramuka. Pramuka memiliki kantong-kantong anggota (gugus depan) di sekolah-sekolah, perusahaan, perkebunan, kantor-kantor dll.
2. Gerakan KB. Gerakan ini berhasil merubah pandangan masyarakat bahwa ‘banyak anak banyak rejeki’ berubah menjadi ‘keluar kecil keluarga sederhana’. Semula, untuk berKB, pasangan usia produktif harus di paksa dan di mobilisasi. Bahkan ABRI ikut dalam program KB manunggal. Alat-alat kontrasepsi di tanam dan diaplkaskan secara paksa. Namun, melalui gerakan KB yang terus menerus, kini masyarakat secara sukarela ikut dalam gerakan KB.
Kegiatan penghijauan dan rehabilitasi lahan harusnya mengaca pada dua contoh gerakan di atas. Semua pihak mendukung dan terlibat secara sukarela. Ada proses-proses penanaman pemahaman, penyadaran, pembinaan, latihan-latihan yang tekun, dan kegiatan-kegiatan masal. Gerakan penghijauan dan rehabilitasi lahan di Brebes harus mampu melibatkan komponen-komponen masyarakat di pedesaan dan di perkotaan yang terdiri dari (misalnya): kelompok PKK, Karang taruna, pramuka, kelompok majlis taklim, ikatan remaja mesjid, para perantau, karyawan swasta, mahasiswa, kelompok pecinta alam, pegawai negeri, dll. Semua menjadi potensi yang bisa dilibatkan dalam kegiatan penghjauan dan rehabilitasi lahan.
Bagaimana Seluruh Komponen Bisa Berperan Aktif ?
Pada tingkat lapangan (desa), semua komponen yang ada di masyarakat seperti disebut di atas dapat terlibat dalam kegiatan : penyediaan bibit, persiapan penanaman, pengangkutan bibit, penanaman, pemeliharaan dan pemanfaatan hasilnya kelak.
Pengadaan bibit bisa melibatkan semua komponen masyarakat melalui mekanisme penggalangan dana publik.
Kantor-kantor pemerintahan dan swasta bisa mengambil peran dalam pengadaan bibit, kegiatan penanaman dan pemeliharaan.
Penggalangan dana bisa dilakukan melalui cara-cara inovatif misalnya : setiap pasangan calon pengantin yang mendaftar ke KUA diwajibkan membayar sejumlah uang yang cukup untuk pengadaan 2 buah bibit ( misalnya 2500 rupiah). Hal serupa bisa dilakukan pada perpanjangan STNK, pembuatan akta kelahiran, pembuatan sertifikat tanah, jual beli tanah, ijin mengadakan keramaian (hajatan), kenaikan pangkat dan golongan bagi pegawai negeri, pendaftaran sekolah SD hingga SMA, pendaftaran calon jemaah haji, dan lain sebagainya.
Dukungan Yang Dibutuhkan
Dukungan terpenting adalah berupa kebijakan pemerintah berupa Peraturan daerah. Perda dibutuhkan agar pengerahan sumberdaya yang ada di masyarakat, lembaga-lembaga swasta dan instansi pemerintah bisa berjalan secara legal.
Dukunga lainya yang tidak kalah penting adalah kampanye publik yang gencar, sehingga akan timbul pemahaman di masyarakat dan pada akhirnya akan timbul kewukarelaan di kalangan masyarakat dan semua pihak yang akan terlibat.
TAHAPAN PROSES PENGHIJAUAN DAN REHABILITASI LAHAN KABUPATEN BREBES PROVINSI JATENG
1. KONSEPTUALISASI
Adalah proses untuk menyusun konsep dan tahapan-tahapan implementasi penghijauan dan rehabilitasi lahan di Kabupaten Brebes. Proses penyusunan konsep penghijauan dan rehabilitasi lahan ini musti melibatkan pihak-pihak terkait dari kalangan pemerintah Kabupaten Brebes, perguruan tinggi terkait, pihak swasta, dan masyarakat. Keterlibatan para pihak tersebut diperlukan agar kegiatan penghijauan dan rehabilitasi lahan yang akan dilakukan bisa memenuhi kehendak dari setiap pihak dan pada akhirnya akan mendapatkan dukungan. Dukungan dari para pihak ini nantinya dalam bentuk kontribusi sesuai dengan peran, tanggungjawab dan ekspertis yang melekat di lembaga-lembaga tersebut.
Muatan dalam konsepsi penghijauan dan rehabilitasi lahan ini diantaranya :
1. Menentukan tujuan dan maksud penghijauan dan rehabilitasi lahan, serta manfaat penghijauan dan rehabilitasi lahan dari sisi ekonomi, sosial, dan ekologi.
2. Menentukan arah strategis penghijauan dan rehabilitasi lahan
3. Menentukan strategi pendekatan penghijauan dan rehabilitasi lahan
4. Menentukan lokasi-lokasi yang akan ditanami.
5. Menentukan pola tanam dan jenis tanaman
6. Menentukan pola pengolahan lahan
7. Menentukan mekanisme penyelesaian konflik yang muncul
8. Menentukan peran dan tanggungjawab masing-masing pihak yang terlibat dalam penghijauan dan rehabilitasi lahan
9. Menentukan prosedur : keterlibatan masyarakat, pengadaan bibit, penanaman, pengayaan jenis, penyulaman dan lain-lain
10. Menentukan mekanisme monitoring dan evaluasi yang akan dilakukan dalam kegiatan penghijauan dan rehabilitasi lahan.
11. Menggambarkan hubungan penghijauan dan rehabilitasi lahan ini dengan kegiatan-kegiatan ikutan lainnya.
Konsep yang telah disusun tersebut kemudian diperkuat secara politik menjadi sebuah keputusan Bupati atau menjadi MoU antar para pihak tersebut. Dengan demikian masing-masing pihak akan merasa bertanggungjawab dalam implementasi konsep penghijauan dan rehabilitasi lahan ini.
Untuk mempersiapkan konsepsi ini diperlukan tahapan sebagai berikut :
a. Series of meeting/workshop
Dilakukan serangkaian meeting/workshop koordinatif antar para pihak yang diwakili pimpinan masing-masing pihak tersebut. Beberapa hal kunci dari konsep tersebut digali dalam proses meeting ini. Namun untuk menyusunnya secara mendetail akan dilakukan oleh sebuah tim yang dibentuk melalui rapat para pimpinan lembaga-lembaga/dinas/instansi terkait. Pertemuan multi pihak ini juga berfungsi untuk memberi masukan atas konsep yang tengah di buat oleh sebuah tim, hingga akhirnya menyetujui dan mengupayakan agar konsep tersebut mendapatkan kekuatan hukum, misalnya dalam bentuk keputusan bupati.
b. Pembentukan tim work
Team work ini bertanggungjawab untuk menyusun konsep penghijauan dan rehabilitasi lahan secara detail. Anggota team work ini adalah staf lapis kedua ( kepala seksi) dari masing-masing pihak yang bisa bekerja secara teknis dan intensif. Dalam proses penyusunan ini anggota tim bisa melakukan survey-survey lapangan atau melakukan konsultasi dengan masyarakat dan melakukan konsultasi dengan lembaga induknya masing-masing. Hasil kerja tim ini kemudian dibawa dalam rapat para pihak untuk mendapat persetujuan. Beberapa pihak yang bisa dilibatkan dalam penyusunan konsep ini misalnya :
1. Kasie Pembinaan Rehabilitasi Lahan di Dinas Kehutanan
2. Kasie tanaman pangan dan hortikultura di Din Pertanian
3. Kasie Lingkungan di Bappeda
4. Kasie Irigasi Kimpraswil
5. Wakil PDAM Brebes
6. Wakil dari Bapedalda
7. Perhutani
8. Wakil LSM
9. Dll
2. PEMBENTUKAN LEMBAGA MULTI PIHAK
Lembaga multipihak ini berupa Forum Kolaborasi untuk Penghijauan dan Rehabilitasi Lahan Kabupaten Brebes (FKPRL KB-selanjutnya disebut FK saja). Anggota FK terdiri dari perwakilan para pihak terkait dengan kegiatan penghijauan dan rehabilitasi lahan, yakni : perwakilan dari dinas/instansi pemerintah Kabupaten Brebes terkait dengan kegiatan penghijauan dan rehabilitasi lahan, wakil perusahaan swasta, PDAM, perwakilan masyarakat/petani penggarap, lurah dan kepala distrik, dan pihak lain yang dianggap perlu.
FK berfungsi dan bertanggungjawab untuk mengawal proses implementasi penghijauan dan rehabilitasi lahan, di dalamnya termasuk membuat perencanaan, melakukan pengawasan/monitoring dan evaluasi, dan memberikan masukan-masukan penting kepada pimpinan daerah terkait dengan pelaksanaan penghijauan dan rehabilitasi lahan. Di dalam FK bisa dibentuk divisi-divisi sesuai dengan kebutuhan misalnya :
a. Divisi partisipasi masyarakat : bertanggungjawab untuk kegiatan penyiapan kelompok-kelompok masyarakat, sosialisasi dan penyuluhan, pelatihan-pelatihan dan study banding, dan kampanye kepada publik di Kabupaten Brebes.
b. Divisi penyiapan lokasi penghijauan dan rehabilitasi lahan : menyusun perencanaan kerja, menentukan lokasi-lokasi penghijauan dan rehabilitasi lahan dan skala prioritas berdasarkan lokasi.
c. Divisi Monitoring dan evaluasi : menyiapkan kriteria dan indikator kesuksesan rehabilitasi, mensosialisasikan kriteria dan indikator kesuksesan kepada masyarakat, melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan penghijauan dan rehabilitasi lahan
d. Divisi Teknis : Penyiapan bibit, pembuatan juklak dan juknis penghijauan dan rehabilitasi lahan, membuat aturan-aturan yang akan diberlakukan dalam kegiatan penghijauan dan rehabilitasi lahan.
e. Divisi promosi : mencari dukungan dari publik di dalam maupun di luar Kabupaten Brebes.
f. Dll sesuai dengan kebutuhan.
Untuk memfasilitasi kerja-kerja FK ini maka diperlukan sekretariat dan kelengkapannya termasuk staf tetap. Staf tetap ini harus memiliki kualifikasi terkait dengan penyelenggaraan penghijauan dan rehabilitasi lahan, pengembangan masyarakat (Comdev), dan komunikasi antar pihak. Setidaknya dibutuhkan 3-4 orang staf tetap untuk menjalankan organisasi FK ini.
3. POLICY SUPPORT / DUKUNGAN KEBIJAKAN
a. Dukungan kebijakan dari pemerintah Kabupaten Brebes
Ada dua hal terkait dengan policy suport/dukungan kebijakan. Pertama penghijauan dan rehabilitasi lahan ini perlu dukungan hukum dari pemerintah kabupaten. Dukungan ini bisa berupa penerbitan peraturan daerah tentang gerakan penghijauan dan rehabilitasi lahan.
Perda akan mengatur tentang penyelenggaraan penghijauan dan rehabilitasi lahan, kelembagaan, pengerahan dan mobilisasi potensi masyarakat, penggalangan dana publik, sangsi-sangsi, dan lain-lain.
Proses pembuatan perda memang menjadi tanggungjawab pemerintahan daerah (legeslatif dan eksekutif). Namun dalam konteks pengelolaan kawasan hutan lindung dan kegiatan penghijauan dan rehabilitasi lahan di Kabupaten Brebes, proses penyusunan perda tersebut bisa dilakukan dengan cara lebih partisipatif dengan melibatkan anggota-anggota FK .
4. SOSIALISASI KEPADA MASYARAKAT
Salah satu kelemahan implementasi kegiatan penghijauan dan rehabilitasi lahan di Indonesia baik melalui program GNRHL atau GERHAN maupun program lainnya adalah kurangnya sosialisasi di masyarakat, terutama masyarakat yang terkait langsung dengan kegiatan tersebut. Demikian juga yang terjadi di Kabupaten Brebes.
Pihak pemerintah merasa bahwa dukungan masyarakat untuk kegiatan tersebut sangat lemah bahkan masyarakat menganggu tanaman yang ditanam dalam rangka penghijauan dan rehabilitasi lahan. Sementara pihak masyarakat merasa tidak banyak dilibatkan dalam proses perencanaan, persiapan, pelaksanaan, pemeliharaan hingga ke pengawasan/monitoring dan evaluasi.
Hal tersebut menjadi pelajaran yang sangat penting untuk pelaksanaan penghijauan dan rehabilitasi lahan pada masa-masa mendatang. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi yang mantap kepada masyarakat luas umumnya dan khususnya masyarakat yang akan terlibat langsung dalam kegiatan ini. Sosilaisasi ini harus membangun pemahaman di masyarakat tentang tujuan, maksud dan manfaat penghijauan dan rehabilitasi lahan. Juga menjadi media untuk menggali aspirasi dari masyarakat dan menjelaskan peran dan tanggungjawab serta hak masyarakat dalam gerakan penghijauan dan rehabilitasi lahan ini.
Sosialisasi dilakukan melalui:
1. Pertemuan-pertemuan di masyarakat yang diselenggarakan bersama antara pihak kelurahan dan pihak FK.
2. Kunjungan-kunjungan lapangan oleh pejabat daerah, dialog langsung dengan masyarakat di lapangan/di lokasi yang akan direbosiasi.
3. Pembuatan buklet yang berisi petunjuk-petunjuk teknis penyelenggaraan penghijauan dan rehabilitasi lahan.
4. Kampanye melalui media masa cetak dan elektronik (radio)
5. Penyelenggaraan event-event pendidikan lingkungan bagi siswa dan kelompok-kelompok pemuda.
5. PENGORGANISASIAN MASYARAKAT
Berangkat dari pengalaman kegiatan penghijauan dan rehabilitasi lahan pada masa lalu, dimana banyak kegagalan yang diakibatkan ketindaktahuan masyarakat atau ketidakterlibatan masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan proses-proses pengorganisasian masyarakat. Pengorganisasian masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas mereka sebagai pelaku penting dalam kegiatan penghijauan dan rehabilitasi lahan. Pengorganisasian masyarakat meliputi kegiatan :
a. Pembentukan Kelompok Masyarakat Penghijauan dan Rehabilitasi Lahan (KMPRL). Pembentukan KMPRL ditujuan untuk mempermudah proses-proses pembinaan kepada petani yang akan terlibat dalam kegiatan penghijauan dan rehabilitasi lahan. Tiap KMPRL beranggotakan antara 20-30 petani yang tinggal di wilayah yang sama (satu RT atau satu RW) dan atau mengelola di hamparan yang sama. Dan dalam tiap KMPRL dibentuk kepengurusan yang terdiri dari ketua kelompok, bendahara dan penghubung.
b. Pertemuan rutin KMPRL. Pertemuan tiap KMPRL diselenggarakan satu kali setiap bulan. Dalam pertemuan ini Pendamping dari FK, atau petugas penyuluh dari Dinas Kehutanan dan Pertanian bisa hadir. Dalam pertemuan ini dibahas berbagai hal yang berkaitan dengan pelaksanaan penghijauan dan rehabilitasi lahan sesuai dengan kegiatan yang sedang dilakukan pada periode pertemuan tersebut dilakukan. Hal-hal yang bisa dibahas misalnya : tata aturan dalam kelompok, pola penghijauan dan rehabilitasi lahan, hal-hal teknis terkait dengan persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pencegahan kebakaran, gangguan hama dan penyakit tanaman, mekanisme pemanenan hasil, pemasaran hasil hutan, dan lain-lain.
c. Pertemuan bulanan tingkat Desa. Adalah pertemuan yang dihadiri oleh perwakilan dari tiap KMPRL, Lurah, fasilitator rehabilitasi, anggota FK. Pertemuan ini membahas persoalan-persoalan yang muncul dari tiap kelompok dan mencari jalan keluarnya. Pertemuan ini juga berguna untuk merumuskan aturan-aturan yang akan diberlakukan pada tingkat desa terkait dengan penyelenggaraan penghijauan dan rehabilitasi lahan.
6. MEMBANGUN LOKASI-LOKASI PEMBIBITAN
a. Kriteria bibit.
Lokasi pembibitan berguna untuk memproduksi bibit-bibit siap tanam dari berbagai spesies dengan kriteria sebagai berikut :
1. Jenis-jenis yang disukai masyarakat. Pilihan jenis mestinya didasarkan dari hasil assessment kepada masyarakat, masyarakat pada umumnya menginginkan jenis tanaman buah-buahan. misalnya : durian, rambutan, mangga, langsat, nangka, alpukat, dan cempedak.
2. Jenis-jenis pioner. Adalah jenis-jenis yang tahan pada kondisi tanah yang miskin hara dan dalam keadaan kritis. Jenis ini misalnya : cliricidae, lamtoro, jambu mete dan akasia. Jenis akasia biasanya kurang disenangi masyarakat karena dianggap terlalu banyak menyerap dan melepaskan air tanah.
3. Tanaman kehutanan. Jenis yang disarankan baik oleh petani maupun dinas terkait misalnya : jati, , kayu besi, sonokeling , akasia dan kenari dan lain-lain.
b. Lokasi
Pemilihan lokasi pembibitan sangat menentukan dalam keberhasilan produksi bibit untuk penghijauan dan rehabilitasi lahan. Ada tiga pilihan yang muncul dari proses assessment ini :
1. Dibangun pusat pembibitan. Dibuat satu lokasi pembibitan tingkat kabupaten. Dilingkungan pusat pembibitan ini bisa diadakan fasilitas untuk pelatihan-pelatihan dan percontohan-percontohan kegiatan penghijauan dan rahabilitasi lahan.
2. Dibuat pembibitan di lokasi-lokasi tertentu yang berdekatan dengan lokasi yang akan dipenghijauan dan rehabilitasi lahan. Tentu saja diperlukan kriteria untuk memilih lokasi ini misalnya : ketersediaan sumber air, kedekatan dengan lokasi tanam, kemudahan akses untuk pemeliharaan bibit, dan keamanan bibit dari gangguan hama dan bencana alam misalnya: longsor, erosi, banjir dan kebakaran.
3. Pembibitan swadaya oleh masyarakat. Tiap desa bisa membuat bank bibit. Bibit yang disemaikan dan dibesarkan akan dimanfaatkan oleh masyarakt untuk ditanam di desanya atau diumbangkan ke desa lainnya yang lebih butuh. Bank bibit di desa bisa berupa pembibitan di satu tempat (misalnnya di halaman belakang balaidesa, atau di halaman samping sekolah dasar atau tiap rumah bisa melakukan penyemaian atas biji yang diperoleh.
Dengan perhitungan yang matang, ketiga pendekatan tersebut bisa dilakukan secara bersamaan. Pilihan pertama dilakukan untuk menyediakan bibit bagi lokasi yang tidak mungkin dilakukan pembibitan. Di lokasi ini sekaligus menjadi pusat belajar petani dan pusat informasi penghijauan dan rehabilitasi lahan Kabupaten Brebes.
Pilihan kedua akan sangat menunjang efektifitas pengadaan bibit bagi lokasi-lokasi tertentu yang memungkinkan dilakukan pembibitan. Di kawasan Kabupaten Brebes banyak tempat-tempat yang bisa menjadi lokasi pembibitan ini. Namun demikian pada saatnya mau dilakukan pembibitan harus terlebih dahulu dilakukan survey-survey lapangan dan analisa foto udara/satellite image.
Pilihan ketiga akan sangat berguna untuk membangun semangat dan sense of belonging dari anggota KMPRL. Pembibitan swadaya ini juga akan menjadi bentuk pengakuan peran dan tanggungjawab masyarakat dalam penghijauan dan rehabilitasi lahan Kabupaten Brebes. Meskipun dilakukan secara swadaya, para fasilitator harus melakukan pengawasan terutama terkait dengan pemilihan benih/biji yang akan disemaikan dan pengawasan kualitas bibit secara umum.
c. Sumber Benih
Untuk keperluan pembibitan ini diperlukan jumlah benih yang banyak dan memiliki kualitas yang baik. Ada beberapa pilihan untuk mendapatkan bibit.
1. Mengumpulkan benih/biji dari hutan dan kebun masyarakat. Cara ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat untuk mengoleksi benih/biji dari hutan atau dari kebun atau dari buah-buah yang dikonsumsi mereka. Kelemahannya adalah akan kesulitan untuk mengumpulkan benih dalam jumlah banyak dan dalam waktu yang bersamaan. Karena pengumpulan benih dari alam dan dari pasar buah akan sangat tergantung dari musim berbuah dari tiap-tiap jenis. Namun pendekatan ini bisa dilakukan untuk menumbuhkan kemandirian dan kebiasaan masyarakat untuk selalu membibitkan biji-biji yang mereka dapatkan.
2. Membeli benih/biji dari instansi yang menyediakan bibit-bibit tanaman kehutanan dan buah-buahan.
3. Untuk tanaman semusim, misalnya sayur-sayuran, umbi-umbian, jagung, termasuk pisang menjadi tanggungjawab petani untuk mendapatkan bibitnya.
7. PEMBANGUNAN DEMONSTRATION PLOT (Lokasi Percontohan)
Adalah kegiatan penghijauan dan rehabilitasi lahan di lokasi tertentu yang bertujuan untuk ujicoba suatu konsep. Dengan demikian, ada proses pengamatan secara cermat di lokasi demplot ini agar bisa di dapat-pelajaran-pelajaran penting atau koreksian terhadap konsep yang di buat. Sehingga dalam replikasi atau aplikasi penghijauan dan rehabilitasi lahan di kawasan yang lebih luas dengan melibatkan banyak pihak dapat berlangsung dengan baik. Karena telah ada contoh yang bisa dijadikan sebagai referensi/atau sebagai acuan.
Demplot ini juga akan sangat berguna sebagai lokasi belajar atau kunjungan bagi para petani yang akan terlibat dalam kegiatan penghijauan dan rehabilitasi lahan di Kabupaten Brebes. Dengan demikian ketika petani mempraktekan penghijauan dan rehabilitasi lahan dilahannya, maka mereka akan mencontoh sistem penghijauan dan rehabilitasi lahan yang praktekan di demplot.
Beberapa hal yang harus dipraktekan se-ideal mungkin di Demplot misalnya hal-hal berkaitan dengan : jarak tanaman, pembuatan garis kontur sebagai panduan untuk melakukan countour farming, penyiraman, pemeliharaan, pola tanaman yang mengarah ke agroforestry, perlindungan tanaman, mekanisme pengolahan tanah, pembuatan dan pemakaian kompos, penerapan sistem mulsa, dan lain-lain.
Dengan adanya demplot tersebut maka akan tersedia media belajar petani sekaligus media pendidikan lingkungan hidup dan penelitian bagi para pihak terkait .
Dengan tujuan itu semua, maka pemilihan lokasi demplot menjadi sangat penting. Beberapa pertimbangan dalam pemilihan lokasi demplot adalah :
1. Aksesibilitas yang mudah bagi pengunjung.
2. Faktor sukses yang tinggi, misalnya ketersediaan air, aman dari gangguan hama dan penyakait, dari longsor dan banjir, dan lain-lain
3. Mewakili kondisi faktual Kabupaten Brebes yang akan dihijaukan dan direhabilitasi lahan.
4. Memudahkan dilakukan pengawasan dan pengamatan yang cermat.
8. PENETAPAN LOKASI
Persiapan lokasi penghijauan dan rehabilitasi lahan meliputi kegiatan : pemetaan (menggunakan peta-peta yang ada dan melakukan ground check atau peninjauan lapangan, pengamatan sosial ekonomi masyarakat lokal, penelitian penelitian hidrologi, dan penentuan prioritas lokasi penghijauan dan rehabilitasi lahan. Dengan kegiatan tersebut, maka akan didapat lokasi-lokasi prioritas untuk dilakukan penghijauan dan rehabilitasi lahan.
Pengambilan keputusan tentang penentapan lokasi penghijauan dan rehabilitasi lahan yang akan dilakukan pada jangka waktu tertentu harus dilakukan melalui FK, sehingga keputusannya adalah menjadi keputusan bersama. Selanjutnya keputusan tersebut bisa diajukan kepada pemerintah kabupaten Brebes agar mendapat penguatan secara politik berupa SK Bupati.
Perlu dipertimbangkan bahwa pada tahap awal, lokasi yang akan dipenghijauan dan rehabilitasi lahan adalah lokasi yang memiliki peluang sukses tinggi. Dengan kesuksesan penghijauan dan rehabilitasi lahan pada tahap awal, akan menyemangati semua pihak untuk melakukan penghijauan dan rehabilitasi lahan pada kawasan-kawasan lain yang lebih sulit.
9. PELAKSANAAN PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN.
Setelah semua tahapan di atas telah dilakukan, maka penanaman akan menjadi tahap kegiatan teknis yang mudah. Karena sesungguhnya tahap ini adalah tahapan untuk mengerahkan segala potensi yang telah dipersiapkan pada tahap-tahap sebelumnya. Potensi tersebut meliputi : potensi kelembagaan yang telah terbangun, lokasi yang telah terpilih, bibit yang telah disiapkan, kelompok-keloompok petani yang telah siap dan terlatih, dan ketersediaan tenaga sukarelawan dari sekolah, organisasi pemuda, dan dukungan pendanaan dari berbagai sumber.
Beberapa kegiatan penting dalam penanaman adalah :
a. Penanaman. Meliputi :
1. Pengajiran dan pembuatan lobang. Pengajiran dilakukan untuk membuat pola tanam tanaman pokok. Pada lahan yang miring, pengajiran dibuat sesuai dengan garis kontur dengan terlebih dahulu membuat garis kontur tersebut (cara menentukan garis kontur akan menjadi materi dalam pelatihan bagi petani). Pembuatan lobang dilakukan di ajir-ajir yang telah ditanam. Dibutuhakan rentang waktu antara pembuatan lobang tanam dengan kegiatan penanaman. Rentang waktu ini dimaksudkan agar lubang tanam terpapar sinar matahari yang akan membunuh beberapa jenis sumber penyakit berupa jamur, bakteri, serangga-serangga tanah, cacing dan sebagainya. Pemaparan oleh sinar matahari juga akan membantu porositas tanah di lokasi penanaman.
2. Pemupukan dengan pupuk dasar. Pada daerah-daerah terlanjur dan teramat kritis perlu dilakukan pemupukan dengan pupuk bokashi ( pupuk organis yang dibuat dari serasah, ranting pohon dan rerumputan). Bila kondisi lahan masih cukup bagus, maka pemupukan dasar ini tidak perlu dilakukan.
3. Pengangkutan bibit. Pengangkutan bibit dilakukan bila bibit berasal dari daerah lain yang relatif jauh. Cara pengangkutan bibit yang aman akan menjadi materi dalam pelatihan dan penyuluhan kepada anggota masyarakat atau kelompok tertentu yang akan melakukan pengangkutan. Bibit-bit yang berasal dari daerah lain diangkut dan di drop di lokasi-lokasi tertentu yang dekat dengan lokasi penanaman. Dan selanjutnya petani mengambil bibit tersebut untuk di tanam dilahan-lahan yang telah ditentukan.
4. Penanaman. Penanaman selayaknya dilakukan secara serentak pada suatu kawasan tertentu. Untuk menjamin penanaman ini dilakukan dengan prosedur yang benar, maka perlu dilakukan pelatihan-pelatihan dan dibuatkan Juklak dan Juknis penanaman dalam rangka penghijauan dan rehabilitasi lahan di Kabupaten Brebes.
b. Pemeliharaan. Kegiatan ini menjadi kunci keberhasilan kegiatan penghijauan dan rehabilitasi lahan di Kabupaten Brebes. Ada keyakinan di masyarakat, bila bibit yang ditanam bisa bertahan hingga umur dua tahun, maka kemungkinan besar pohon tersebut akan bertahan dengan baik pada masa-masa selanjutnya. Untuk itu dibutuhkan pemeliharaan dalam jangka waktu tersebut diantaranya dengan melakukan : penyiraman, penyiangan dan bila perlu dengan pemupukan. Hal penting lainnya dalam pemeliharaan adalah perlindungan tanaman dari gangguan binatang, gangguan dari manusia, dan ancaman bahaya kebakaran.
10. MONITORING DAN EVALUASI
MONEV bertujuan untuk melihat keberhasilan kegiatan penghijauan dan rehabilitasi lahan. beberapa hal yang perlu dilakukan MONEV adalah :
1. Tingkat keberhasilan penanaman. Angka normal untuk keberhasilan penghijauan dan rehabilitasi lahan umumnya adalah 80% tumbuh.
2. MONEV terhadap gangguan-gangguan dan kendala-kendala yang muncul selama proses kegiatan penghijauan dan rehabilitasi lahan. Agar bisa diambil langkah antisipasi pada tahap berikutanya
3. MONEV terhadap tingkat partisipasi para pihak termasuk peran dan tanggungjawab petani dan kontribusi para pihak lainnya.
4. MONEV terhadap dampak penghijauan dan rehabilitasi lahan. Dampak penghijauan dan rehabilitasi lahan harus dimonitor dan dievaluasi dari sisi ekonomi, ekologi dan dari sisi sosial.
Selengkapnya ...